Wednesday, 24 June 2015

Dunia Kosong


Aku percaya, aku percaya...
Aku tidak akan jatuh lagi...
Aku percaya jika suatu hari
Mentari pagi kan bersinar lagi...

Dan ketika aku ada di kegelapan
Dimana aku tak melihat ada jalan...
Aku berharap engkau segera datang...
Menuntunku menuju cahaya...

Dan bila betul aku terjatuh
Luka yang menganga dan berlumuran darah
Aku berharap engkau datang dengan senyuman
Berkata semua sudah tidak apa.

Aku ingin kesempatan...
Kesempatan untuk mengulang...
Rasa kosong dan gelap dalam hatiku...
Aku berharap engkau selamatkanku...

Dunia yang kejam
Dunia yang menyakitkan,
Aku bukan ingin mengakhirinya
Aku hanya ingin kesempatan 

Memutar....
Mengatur ulang....
Dunia ini... Selamatkan....
Ini aku... Bersamamu.... 

Monday, 15 June 2015

Melepas kenangan: Kisah Seorang Pengacara Perceraian (The End)





“Tolong! Tolong.........!” suara dari seberang sana.
“Rupanya masih ada yang hidup, hah..... bodoh! Ayo kita bunuh semuanya!” suara orang-orang tertawa. Saat itu aku memegang hidungku dan masuk ke dalam sungai. Selanjutnya aku sendiri tidak tahu lagi apa yang terjadi.
Aku sekarang sadar mengapa ibuku sampai mengidap claustrophobia. Tanpa aku sadari, saat itu juga aku pingsan di dua waktu dan tempat berbeda. Di memoriku dan di kehidupan nyata.
______________________________________________________
Aku bangun keesokan harinya, terkejut di dahiku ada kompres. Tempat ini juga rasanya asing, tapi jelas ini bukan rumah sakit. Kepalaku rasanya akan pecah, rasanya sakit sekali. Kulihat infus di tangan kiriku.
Aku ingin ke kamar mandi. Tak seorang pun ada di kamar itu, aku memutuskan untuk ke kamar mandi sendiri. Ketika aku berusaha berdiri, rasanya keseimbanganku mulai goyah lagi.
“Astaga..... apa yang kamu lakukan?” suara Albert mengagetkanku. Ia berusaha memapahku.
“Aku mau ke kamar mandi,” jawabku malu-malu. Albert memapahku sampai ke depan pintu ke kamar mandi.
“Hati-hati yah!” ia berusaha memperingatkanku. Dia mungkin khawatir melihat keadaanku yang tidak stabil.
“Ma....af!” kataku sambil menggigit bibir.
“Tidak usah minta maaf. Kamu.... tidak salah apa-apa kok!” ujar Albert.
“Ma.....af....!” kali ini aku benar-benar merasa bersalah.
“AKU KAN SUDAH BILANG TIDAK USAH MINTA MAAF, MEMANGNYA KAMU SALAH APA?” bentak Albert. Aku terkejut tapi tidak bisa berbuat apa-apa. “Huft... sorry aku lagi emosi!” ia meminta maaf.
Aku segera masuk ke dalam kamar mandi untuk melaksanakan hajatku semula. Aku baru sadar, aku mungkin ada di kamar Albert.
“Kita ada dimana?” tanyaku kepada Albert dari dalam kamar mandi.
“Ini kamarku, aku bawa kamu kesini, soalnya rumah sakit kalau hari minggu begini pada tidak ada dokternya juga, rugi kesana. Kebetulan aku ada kenalan dokter di sekitar sini, hasil pemeriksaannya sih kamu cuma kecapekan saja, tapi sampai di Jakarta kamu tetap harus periksa lagi,” jawab Albert dari luar. Aku mengangguk saja. Sekaligus lega karena sudah buang hajat.
Aku membuka pintu kamar mandi. Albert sudah menungguku di depan pintu. Hati-hati ia memapahku ke tempat tidur. Aku berusaha untuk berperilaku sebiasa mungkin. Padahal hatiku jelas berdebar tak karuan. Digendongnya aku ke tempat tidur. Lalu dia menyelimutiku.
“Terima kasih, nanti begitu tiba di Jakarta akan langsung aku transfer uang guidenya,” ujarku tulus. Albert tersenyum duduk disamping ranjang tempat aku tidur.
“Tidak perlu, aku juga sudah dapat pengalaman baru. Jadi kita impas,” ujarnya santai. Ditatapnya aku tajam. Jantungku berdebar semakin kencang. Aku tak sadar ketika ia mulai mendekatkan wajahnya ke wajahku. Wajah kami sudah sangat dekat satu sama lain mungkin hanya berjarak 2-3 cm. Saat itu entah mengapa seperti kehilangan akal, aku menutup mataku. Tidak sadar akan keinginanku yang begitu besar untuk memiliki lelaki ini. Aku tak tahu lagi, kemana wanita realistis dan setia itu. hanya sesaat mungkin satu detik sebelum moment pengkhianatanku terjadi, bayangan Mas Hendra berkelebat begitu saja di pikiranku. Segera aku membuka mata, sadar bahwa aku tergoda. Wajahku segera aku miringkan menghindar dari Albert. Albert membuka matanya karena sadar dengan gerakanku yang menjauhinya.
“Aku minta maaf....... aku........,” terbata-bata aku mengungkapkan perasaanku kepada Albert.
“Kamu sudah punya tunangan kan? Hendra!” kata Albert tegas. Aku terkejut mendengar penuturannya. Aku membalikkan badanku ke arahnya. Kali ini aku berusaha bangun, meskipun kepalaku masih pusing.
“Kok kamu bisa tahu?” tanyaku heran. Sebagai pengacara, aku mmiliki insting yang kurang baik tentang ini.
“Hendra, dia..... memintaku untuk menjaga kamu. Dia takut kamu kesini sendirian. Kamu jangan berpikiran yang aneh-aneh tentang dia. Aku dan Hendra teman akrab dari kami masih di panti,” Albert tertunduk lemas. Nada suaranya juga lemah, “Aku minta maaf!” ujarnya.
Entah setan apa yang merasukiku. Tapi aku benar-benar merasa dipermainkan. Plaak!!!! Aku tampar Albert keras. Ia masih tidak bergeming.
“Lakukan saja kalau itu memang bisa membuat kamu lega!” kata Albert masih tidak bergeming. Aku kehabisan kata-kata.
“Aku tidak mau lihat wajah kamu lagi disini. Selagi aku masih menghargai kamu, tolong..... keluar dari .......sini......!” suaraku mulai terdengar bergetar menahan tangis. Benar-benar tidak tahu lagi bagaimana harus menghadapi semua ini. Aku dengar Albert keluar perlahan dari kamar itu. Isak tangisku akhirnya mulai terdengar keseluruh ruangan. Begini ternyata rasanya dikhianati dengan orang yang kamu percayai. Seperti ibu dan ayahku.
Aku ambil telepon genggamku mencari kontak ‘Mas Hendra’. Aku mulai menunggu jawaban.
“Halo Rin, gimana keadaan kamu?” tanya Mas Hendra menjawab telepon. Suaranya terdengar lega dan senang.
“Mas, tolong jemput aku disini sekarang juga! Kita harus bicara!” kataku serius. “Aku tunggu Mas disini! Aku sudah tahu semuanya!” kata-kataku mengekspresikan kalau aku sedang menahan marah.
“Baiklah, tunggu saja disitu. Mas akan jemput kamu!” jawaban dari sana terdengar lesu.
___________________________________________________________
Dua tahun kemudian.
Aku sedang makan dengan Mas Hendra di sebuah restoran terkenal di Jakarta. Seperti biasa kami membahas kasus-kasus yang kami temukan di lapangan.
“Kamu tidak menyesal mengundurkan diri dari firma ayahnya Alda?” tanya Mas Hendra kepadaku penasaran. :”Bukankah bekerja di firma besar itu adalah keinginanmu sejak dulu?” lanjutnya.
“Memang iya,” ujarku tersenyum. “Tapi aku sudah putuskan untuk bekerja jadi probono (sebutan untuk pengacara nonprofit) saja.” Lanjutku. Dalam hatiku sangat lega bisa melepaskan kaum elit kapitalis yang membelenggu diriku. Butuh keberanian untuk melakukan hal ini. Namun aku sudah membulatkan tekad untuk menjadi orang yang lebih baik.
“Kamu selalu prinsipil dan realistis. Itu pesona kamu dari dulu,” Mas Hendra memujiku. Ia menyuruput Americano dengan santai.
“Aku sudah bukan penganut aliran realistis lagi, sekarang aku penganut aliran idealis Mas,” lanjutku lagi sambil menyeruput caffe latteku.
“Oh iya, aku bawakan Ibu sweater domba dari Australi,” Mas Hendra menunjukkanku sweater putih yang cantik. “Kira-kira Ibu suka tidak ya?”
“Dia pasti suka apa pun yang kamu kasih Mas. Mampirlah nanti ke rumah. Mas kan baru dua minggu pulang dari bulan madu di Australi, jangan lupa nanti Sinta dibawa juga. Kemarin dia telpon aku, katanya dia mungkin ngidam, soalnya pengen banget rambutan hijau,” kataku meledek Mas Hendra, yang baru saja menikah sebulan lalu.
Mas Hendra tersenyum, dilihatnya jam tangan. “Aduh, aku mesti ke pengadilan sekarang, ada kasus penting!” ujarnya terburu-buru. “Tapi kamu tidak pernah ketemu Albert lagi selama ini?” tanya Mas Hendra.
“Tidaklah, aku sudah tidak punya muka ketemu dia setelah kejadian di Poso, dua tahun lalu,” kataku tegas. Meskipun dalam hati ada sedikit hal yang mengganggu.
“Kamu jangan begitulah! Jangan terlalu cool jadi cewek! Yakin tidak menyesal nanti, aku punya nomornya loh!” tawaran Mas Hendra terdengar menarik.
Aku mulai berpikir lagi. Sialnya aku memang rindu setengah mati dengan pria itu. “Boleh tidak aku minta nomor dia? Soalnya aku kan ada utang sama dia. Kita dulu pernah buat kontrak. Aku belum sempat bayar dia,” kataku mencari-cari alasan.
“Kalian berdua ini ada apa sih sebenarnya? Kalau suka bilang suka, kalau tidak ya tidak! Sudah pada besar juga, kalau tidak ada yang membuat pergerakan duluan, tidak akan ada sesuatu yang terjadi!” Mas Hendra menasihati panjang-lebar.
“Sudah Mas, mana nomornya? Harga diriku keburu habis nih!” kali ini aku benar-benar kehilangan gengsiku yang tinggi.
“Nih!” disodorkannya telepon genggamnya kepadaku. Aku segera menyalinnya ke telepon genggamku.
“Makasih Mas!” kataku sambil mengembalikan telepon genggam Mas Hendra.
“Ya sudah aku ke pengadilan dulu!” Mas Hendra pergi sambil melambaikan tangannya. Tangan kanannya diangkat menunjukkan isyarat seperti orang menelepon. Aku hanya bisa geleng-geleng kepala.
Kepergian Mas Hendra membuatku bingung akan langkah selanjutnya yang harus aku lakukan. Kalau aku menelepon Albert, bagaimana kalau dia langsung mematikan teleponku. Lagi-lagi ketakutan yang tak beralasan. Entah mengapa kali ini aku merasa jika aku tidak menelepon sekarang, aku akan menyesal selamanya. Akhirnya aku membulatkan tekad untuk meneleponnya. Ragu-ragu aku membuka kontak yang baru kusimpan tadi. Aku tekan panggilan.
Lagu potongan reff lucky terdengar jelas dibelakangku. Aku segera berpaling dan terkejut melihat sosok yang berdiri disana. Ia tersenyum.
“Albert......,” spontan saja kata itu terlontar dari mulutku. Albert segera meletakkan jari telunjuk kanannya diatas bibirnya. Sinyal kepadaku untuk diam.
“Hmmmm..... perkenalkan saya Albert Puruhita, profesi saya sebagai dosen. Dan Anda?” tanyanya sambil tersenyum menawan.
“Hmmmmm.... saya Arina, profesi saya pengacara,” jawabku sambil tersenyum juga. Kami saling berjabat tangan. Memulai kembali sebagai orang yang lebih baik.
Saat ini aku ingat perkataan ibuku setelah kepulanganku dari Poso. Aku harus melepaskan seluruh kenangan buruk disana. Melepaskan orang-orang yang bersalah dan berkhianat. Melepaskan semua, biar Tuhan yang mengatur semuanya. Karena untuk menjadi bahagia, kita perlu melepaskan beberapa kenangan. Menyadari bahwa kita tidak hidup di masa lalu, tapi di masa kini.

Misteri Izombie: Pemakan Otak Gratis Paska Autopsi



Dimana letak otak? Ya, itu di kepala. Otak tempat kita menyimpan semua memori, apakah itu baik ataupun buruk. Setiap manusia punya satu di kepalanya. Selain menyimpan semua memori, otak juga berfungsi untuk mengendalikan seluruh bagian tubuh. Sehingga otak menjadi pusat dari tubuh kita. It's the fact.

Pernah dengar zombie? Kalau penggemar walking dead pasti tahulah makhluk yang berarti mayat hidup ini. Di serial TV barat Walking Dead, digambarkan bahwa sosok zombie adalah mayat hidup yang menyeramkan pemakan manusia. Yah, emang gambaran besarnya seperti itu sih.

Tapi bagaimana kalau ada zombie yang cantik menjadi seorang dokter yang baik dan ahli forensik? Bukan mayat hidup jelek yang kayak kehilangan akal sehat berkeliaran kesana kemari mencari mangsa. Penasaran kan, coba deh baca komik atau bisa juga nonton serial TV IZOMBIE ini di http//dewamovie.com dijamin kamu bisa menonton dimensi baru dari zombie.

Oke, saya akan menceritakan sedikit tentang izombie ini. Izombie bercerita tentang seorang dokter wanita yang hidup bahagia sebentar lagi dia juga akan bertunangan, namanya Olivia Moore. Pada suatu pesta kapal yang dihadirinya, nasibnya berubah 180 derajat karena sebuah cakaran dan ia jadi zombie. Ia kemudian jadi aneh, rambutnya yang semula kecoklatan berubah pirang tak beraturan. Kulit juga menjadi pucat pasi.  Dan yang lebih parahnya lagi, Olive kini rakus akan otak manusia. Dia memutuskan untuk menyudahi pertunangan dengan tunangannya yang bernama Major Lilywhite. Major ini bekerja sebagai pekerja sosial untuk sebuah penampungan remaja.



Karena tertangkap basah oleh atasannya di kamar mayat forensik Ravi, Olivia terpaksa mengakui semuanya dan tragedi menyedihkan yang membuat dia menjadi zombie. Ravi kemudian menerima Olivia sebagai objek penelitiannya, serta bersama Olivia ia berniat membuat obat penawar bagi para zombie ini, agar dapat menjadi manusia seperti sedia kala. Jadilah Olivia dapat otak gratis dengan kerja di kamar mayat.

Makan otak orang itu bisa juga kutukan karena ternyata ada efek sampingnya. Olivia jadi bisa melihat siluet-siluet dari pikiran orang tersebut. Bukan hanya itu, dia juga terpengaruh akan sifat dan mood dari orang yang ia jadikan 'santapan'. Dengan memakan otak dari korban-korban pembunuhan di kamar mayat, banyak kasus-kasus pembunuhan yang ia pecahkan bersama Clive Barbeuneux, detektif pemula di divisi pembunuhan.

Selain itu dia juga ternyata tidak sendiri dengan kezombieannya. Ada sejumlah zombie jahat berkeliaran di kota Seattle. Pemimpinnya adalah Blaine. Mereka membunuh remaja-remaja jalanan, lalu otak-otak mereka dijual kepada klien-klien zombie di kota. Wowww!

Apa yang akan Olive lakukan selanjutnya? Apakah ia sanggup melawan Blaine? Banyak juga kisah-kisah asmara yang tak kalah menariknya. Cocok ditonton untuk pria dan wanita diatas 16 tahunlah. Apalagi bagi penggemar film misteri zombie, rugi banget kalau nggak nonton ini.

Semoga bermanfaat!!!!!!




Saturday, 6 June 2015

Aku Sedikit Berbeda: Itu Permainan Otak Anda


Seseorang pernah berkata "Bukan keadaan yang menentukan nasib kita, tapi pilihan kitalah yang menentukan" walaupun sebagian orang tidak menyadarinya. Bahwa hidup adalah pilihan. Perasaan takut, marah, tidak ingin dikucilkan, terkadang membuat kita sulit untuk menentukan pilihan kita. Ingatlah ITU BUKAN KARENA KEADAAN! Kita selalu dapat mengatakan TIDAK pada sesuatu yang tidak ingin kita lakukan, begitupun sebaliknya. Meskipun hal ini terdengar mudah, ini sungguh tidak semudah kedengarannya.

Pernah sewaktu saya menonton National Geographic Channel nama programnya Brain Games. Saya tertegun bahwa otak manusia amat rentan dengan teralihkan dan tipuan. Makanya di dunia ada yang namanya hipnotis dan sulap. Itu merupakan bukti nyata, bahwa apapun yang sudah tertanam dalam pikiran kita, dapat saja teralihkan dan tertipu oleh "sedikit ilmu".

Kembali ke Brain Games, pada saat saya menonton banyak sekali permainan-permainan tentang tipuan mata. Tapi hanya satu permainan yang masuk dalam long time memory (memori jangka panjang) saya, yaitu permainan terpengaruh karena berbeda.

Pola permainannya sangat mudah yaitu diletakkan dua gambar, yang satu bergambar 1 buah garis dan yang kedua gambar 3  buah garis tidak sama panjang. Ada sekitar 10 orang mengantri untuk memastikan garis manakah dari ketiga garis A-B-C di gambar kedua yang sama dengan satu garis pada gambar pertama. Sekilas, tampak jelas bahwa itu adalah garis C. 9 orang telah maju ke depan dan mengatakan bahwa garis A lah yang benar. Ternyata 9 orang ini hanya sewaan tim Brain Games. Peserta yang ditunggu pendapatnya hanyalah orang ke 10. Orang nomor 10 itu tampak berpikir keras. Akhirnya dia memilih garis A, padahal jelas ia tahu bahwa garis C yang benar? Lantas mengapa ia memilih garis A?

Percobaan games ini dilakukan sampai lima kali, dan hanya 1 orang yang menjawab sesuai kebenaran dan tidak mengikuti  grup 9 orang sewaan. Apa artinya? Bahkan tanpa hipnotis pun, otak manusia sangat mudah terpengaruh bahkan dengan tipuan sekecil ini. Sebagian manusia sangat takut untuk menjadi berbeda, tidak sesuai dengan kawanan, walaupun dia sebenarnya benar. INTINYA DIA TIDAK DAPAT MEMPERTAHANKAN PENDAPATNYA SENDIRI karena orang lain.

Ingin hidup aman, dengan pekerjaan stabil (syukur-syukur sesuatu yang disukai) bersama keluarga kecil bahagia adalah impian sebagian besar orang, itu adalah impian umum setiap insan yang hidup di dunia. Nothing wrong about that, it's ordinary dream but it's sweet. Pertanyaannya adalah apakah itu benar pilihan Anda atau itu hanya "Anda terlalu takut", Anda tidak punya pilihan lain. Terlalu takut bahwa "Anda menjadi berbeda dengan umumnya". Takut bahwa Anda akan mencapai sisi paling gagal dalam hidup Anda. Dan tidak ada lagi punya jalan keluar. Atau mungkin Anda terlalu takut bahwa Anda tidak lagi punya titik bahkan untuk kembali.

Sedikit berbeda bukan berarti Anda salah. Sedikit berbeda bukan berarti Anda gila. Sedikit berbeda bukan berarti Anda buangan. Sedikit berbeda, asalkan itu bukan dosa, itu sah saja. Karena apa? Itu hak Anda. Itu pilihan Anda. Que sera sera!

Otak memiliki keterbatasan. Sebenarnya perasaan kita pun adalah otak kita. Orang bilang kesabaran tidak ada batasnya. Bullshit..... jelas kesabaran ada batasnya. Hanya ada 2 hal di dalam diri kita yang tidak ada batasnya yaitu keinginan dan usaha. Selama kita memiliki keinginan dan usaha, bersabar dan berkerja itu bukan sebuah kendala. Tentu saja selama itu digunakan untuk hal-hal yang baik.

Daun yang jatuh tidak pernah menyalahkan angin. Karena apa? ketika ia jatuh dan berguguran, ia yakin itu sudah waktunya. Ia yakin bahwa akan ada daun-daun hijau lainnya yang akan tumbuh. Seperti keinginan dan usaha yang tidak pernah sia-sia. Jangan lupa untuk selalu diiringi dengan do'a.

Dunia ini tidak hitam putih, dunia ini bukan terbagi atas manusia baik dan manusia jahat. Tapi di setiap diri manusia selalu ada sisi baik dan sisi jahat. Itu bukan masalah di sisi mana ia sekarang, selama ia mampu kembali ke sisi baik dan memperbaiki kesalahannya. Mungkin titik untuk kembali tidak ada saat Anda sudah memutuskan suatu pilihan, tapi ingat selalu ada titik nol, dimana Anda dapat kembali memulai hidup Anda kembali, sesuai dengan pilhan Anda tentunya.

Semoga bermanfaat